Teriak laki-laki paruh baya bertubuh kurus itu dengan lantangnya. Tangannya mengepal dan mengacung tinggi ke udara, suaranya menggelegar memenuhi aula yang cukup luas untuk dijadikan gedung resepsi pernikahan. Bola matanya yang lincah memancarkan kecerdasan, menyala dan menusuk kami satu persatu. Wajahnya jenaka, tapi kali ini dia sangat serius, alis tipisnya nyaris bertemu dan otot gerahamnya benar-benar menggigit. mengingatkan gue pada para pemimpin demo.
Selanjutnya kami semua terhipnotis dan kesetanan, seperti terkontak jutaan volt aliran dari belut listrik bertanduk.
Dalam hitungan detik, kami bagaikan ribuan tawon yang kebingungan, sebelum para pendagus (pendamping gugus--red) mengajarkan cara membela diri dengan mengucapkan mantra,"JAYA !!!"
"SMANSA !!!", bapak kurus itu kembali menyalak.
Kami ratusan anak tangguh, menjerit balik, dan tidak mau kelah kencang,"JAYA !!!"
Berkali-kali, berulang-ulang, dan beroktaf-oktaf, sampai tenggorokan gue mulai panas dan serak. Demi alasan bertahan hidup, gue ngerampas air mineral kemasan gelas punya seorang kawan segugus, dia kelihatan oke-oke saja mengingat dia punya satu-atau dua-simpanan air yang sama di tasnya. Hasil menjarah seorang guru tua. Telinga gue meringking, sementara kuperhatikan wajah kami swmua memerah menampung tenaga dan tekanan teriakan. Meja kayu di hadapan kami bergetar, bahkan lantai aula pun mengkilat, dibanjiri tumpahan air mineral dan sejuta liur yang ikut beterbangan seiring teriakan lantang.
Setelah merasa cukup, bapak itu berhenti dan mengambil napas dalam. Mukanya kembali jenaka dan bersahabat. Dia tidak sedang berproklamasi, atau merencanakan pemberontakan, demo, ataupun hal-hal lain yang memuat aura negatif. Dia dengan ikhlas membagikan sumber energi positif yang sangat besar dan meletup-letup. Kami merasa tersengat dan menikmatinya. Seperti kumpulan jerami kering dan rapuh di sebuah gudang kayu lapuk yang disirami bensin lalu terpercik puntung rokok, mulai membakar, memanas, dan bergairah. Bahkan disaat gue lagi galaunya mengetahui kenyatan pahit dimana rekor manis ku yang serba VII.1 > VIII.1 > IX.1, harus terdampar di X.8.
Dengan wajah dan kumis lucunya disertai dengan senyum sepuluh senti terbingkai di wajahnya. Laki-laki ini tengah memotivasi kami semua. Sekumpulan siswa baru dengan celana dan rok yang melorot.
Laki-laki itu adalah Mr. Sunlight (berbicara tentang relevan antara sinar-matahari), kutahu dia dibagian kesiswaan. Mereka sangat pandai memotivasi murid, namun sebuah kutukan, mereka juga sangat pandai menghukum.
Inilah pelajaran berharga yang kami pelajari di hari pertama MOS (Masa Orientasi Siswa) di SMA Negeri 1 Makassar. Pemantik semangat yang efektif, menyalakan harapan yang redup dan membuka celah impian di setiap saat, di sudut manapun, dan oleh jiwa manapun di Smansa. A sendiri menyebutnya 'korek semangat' dan kami tahu kata ini bakalan menjadi suplemen energi berharga sampai kami meninggalkan sekolah ini. Bahkan akan kami bisikkan sendiri di setiap saat kelak.
Perkenalkan, gue salah satu putra Ranggong Dg. Romo, gugus 8. Gue pikir akan cukup menghibur jika lo tau sejarahnya. Gue suka banget ama pendagusnya, dia baik dan gak maksa dalam segala hal. Walaupun gue nyaris dijewer di pertemuan pertama dengan ketua osis, akibat kakak baik hati itu menunjuk gue sebagai tangan kanannya dalam bidang mengabsen. Namun gue sedikit menggerutu mengingat teman segugus gue adalah sekumpulan anak gila yang cukup jahil. Namun-aku benci mengatakan ini-aku akui mereka sekumpulan anak gila yang cukup cerdas.
Di meja, tepat disamping Mr. Sunlight, kepala sekolah kami, Pak D (read : Pak Dzakaruddin), tapi ketika dia sedang berpidato dia kadang berdehem dan membuat kami kehilangan kontrol dan cekikikan) sedang membuka acara secara resmi. Disekitar mereka, duduk delapan orang berjas merah dengan papan nama emas dan logo resmi Smansa yang membuat mata kami berkelap-kelip...
anggota inti Osis Smansa.
Kusebut mereka 'the Magnificent Eight'.
anggota inti Osis Smansa.
Kusebut mereka 'the Magnificent Eight'.
Setelah pembukaan, mereka mulai memberi instruksi tentang upacara pembukaan MOS secara serentak di lapangan Karebosi. Dan menganugerahi masing-masing dari kami sebuah bendera merah-putih bertiangkan sedotan yang syukurnya berfungsi menyedot rasa malu kami.
* * *
Disana sungguh ramai, dan rapat. Para cowok melebarkan tangan dan para cewek menutup bagian dada mereka. Sungguh...
pemandangan luar biasa.
Dua tahun kedepan, dan semoga itu terwujud. Amin
Adzan Dzuhur pun menghentikan saemua aktivitas bisu, memanggil jiwa-jiwa terkutuk ke rumah Allah s.w.t.
gue memang gagah.
Oke, gue bakalan mengeluhkan soal kue sus yang agak keras, pikirku.
Cerita berakhir dengan bahagia mengetahui kami punya tugas merangkum materi yang bahkan tidak kami perhatikan dan Abu Bakar bakalan jadi anak kesayangan kak ketua Osis.<>
pemandangan luar biasa.
Kami mendapat lahan kami dan duduk sambil menunggu acara dimulai.
Kurang lebih 30.000 siswa berbagai kalangan hadir, dari SD-SMP-SMA yang memecahkan rekor Muri sebagai pembukaan MOS dengan peserta terbanyak. Dibuka oleh Walikota beserta artis-artis ibukota lainnya.
Lima menit pertama, kami sangat bersemangat. Menolak sana-sini kali aja ketemu temen lama, atau kalo nggak ya...nyari gebetan.
Lima menit selanjutnya, barisan makin merapat. Mencari bayangan raksasa yang dapat melindungi dari teriknya mentari pagi.
Lima menit paling kejam, korban mulai berjatuhan, air mineral tertumpah ruah, dan jiwa mulai meninggalkan inangnya.
Lima menit terakhir, gak ada yang cukup sabar berdiri di barisan.
Lima menit pertama, kami sangat bersemangat. Menolak sana-sini kali aja ketemu temen lama, atau kalo nggak ya...nyari gebetan.
Lima menit selanjutnya, barisan makin merapat. Mencari bayangan raksasa yang dapat melindungi dari teriknya mentari pagi.
Lima menit paling kejam, korban mulai berjatuhan, air mineral tertumpah ruah, dan jiwa mulai meninggalkan inangnya.
Lima menit terakhir, gak ada yang cukup sabar berdiri di barisan.
Setelah acara-belum-selesai, banyak siswa menyebar bak tsunami yang begitu berantakan, semuanya menyeruak berusaha keluar kayak cacing kepanasan akibat berdiri tegak selama hampir sejam lebih. Untungnya gue sering nonton Naruto jadi cukup lihai melihat celah dan cukup seram untuk menakuti banci penganggu jalan sehingga kami bisa pulang hidup-hidup ke sekolah tanpa menjadi korban 30 ribu tumit kaki.
* * *
Sesampainya, para pendagus diberi misi khusus membawa kami untuk berkeliling sekolah yang tentu saja menjadi sangat menyebalkan. Bayangkan lo adalah Atlas yang dikutuk menanggung beban bumi yang sangat berat berabad-abad, dan ketika lo udah bebas dari kutukan itu, Zeus kembali mengutuk lo bermilenium lagi. Gue berhenti nulis kalo lo gak sebel.
Gue mengkhayal.
Gue mengkhayal.
Gue bayangain apa yang taerjadi dua tahun mendatang-itu kalo gue masih idup-...
...mengenakan jas merah darah yang lebih pekat, rambut coklat ikal gue mungkin sudah agak lebat dan rapi, kelihatan lebih keren. Gue sebesar dan sekekar pemain rugby (mungkin jika mampu mengikuti ekskul basket, kalpataru, taekwondo dan pramuka sekaligus) dengan ekspresi merenggut permanen di wajah gue. Di dada bagian kiri baju terasa berat, menanggung beban logo Smansa yang berharga. Dan dada bagian kiri terpampang papan nama emas bertuliskan "Muhammad Shadiq" dengan jabatan sebagai 'wakil ketua Osis'. Ya, gue gak terlalu nafsu jadi ketua, bukan gaya gue.
...mengenakan jas merah darah yang lebih pekat, rambut coklat ikal gue mungkin sudah agak lebat dan rapi, kelihatan lebih keren. Gue sebesar dan sekekar pemain rugby (mungkin jika mampu mengikuti ekskul basket, kalpataru, taekwondo dan pramuka sekaligus) dengan ekspresi merenggut permanen di wajah gue. Di dada bagian kiri baju terasa berat, menanggung beban logo Smansa yang berharga. Dan dada bagian kiri terpampang papan nama emas bertuliskan "Muhammad Shadiq" dengan jabatan sebagai 'wakil ketua Osis'. Ya, gue gak terlalu nafsu jadi ketua, bukan gaya gue.
Dua tahun kedepan, dan semoga itu terwujud. Amin
Namun, jika berani bermimpi demikian, maka setidaknya gue harus setidaknya fokus pada beberapa ekskul dan menjaring banyak massa pendukung. Tapi hingga saat itu, gue masih bingung menentukan pilihan. Gue cukup piawai memasukkan bola ke keranjang, namun sudah fakta Aslam jauh lebih superior. Mungkin juga cukup berbakat dalam bidang tulis-menempel, namun Aqilah mungkin memiliki tangan yang lebih lengket. Bahkan gue ngerasa cukup pede dalam speaking english, namun Rikpan lah yang bakalan berbicara banyak.
Jadi, pendagus baik hati memimpin tur keliling sekolah.
Dia meluncur penuh wibawa, walaupun mukanya agak berawa. Memandu kami melewati gang-gang sunyi yang menggema, melewati jalan setapak kering, dan berhenti dihadapan lonceng misterius yang tertempel di sebuah pohon asam dekat ruangan Osis.
Dia berhenti sejenak, ekspresi wajahnya berubah, kalo tebakan gue bener, dia mungkin merasa bersalah pernah mengencingi pohon itu.
Jadi lagi, perjalanan dilanjutkan.
Tanpa terasa kami kembali ke aula lagi.
Dia meluncur penuh wibawa, walaupun mukanya agak berawa. Memandu kami melewati gang-gang sunyi yang menggema, melewati jalan setapak kering, dan berhenti dihadapan lonceng misterius yang tertempel di sebuah pohon asam dekat ruangan Osis.
Dia berhenti sejenak, ekspresi wajahnya berubah, kalo tebakan gue bener, dia mungkin merasa bersalah pernah mengencingi pohon itu.
Jadi lagi, perjalanan dilanjutkan.
Tanpa terasa kami kembali ke aula lagi.
Duduk dan menonton para pendagus yang membagikan konsumsi, kue sus dan segelas air mineral. Setidaknya. Lalu ketua Osis (gue mungkin pernah berbuat salah padanya) mulai memperkenalkan nama-nama guru, staf-staf pendukung, letak sekolah, mitos, penghuni gaib, dll, dll, dll. Cukup menyenangkan mengetahui banyak tentang Smansa, tapi jadi 'tidak cukup baik' ketika mengetahui fakta bahwa guru matematika Smansa rada berkumis dan menyeramkan (percayalah, gue punya beberapa pengalaman menakutkan yang menyangkut guru matematika) ditambah kantung kemih kepunyaan gue gak lagi kompromi dan berniat membuang 'sampah'nya.
Setelah menuntaskan masalah kecil, selanjutnya acara dilanjutkan dengan beberapa materi, diantaranya adalah 'Karakter Budaya Bangsa' dengan drama penuh nilai luhur dan 'Kurikukum RSMABI' yang lebih tepatnya -mendongeng- yang membuat gue berkali-kali ditegur secara acak oleh tatapan menikam kak ketua Osis, bisikan berdesing kak wakil ketua Osis berkumis jahil, dan senyuman kak wakil sekretaris yang manis. (ngomong-ngomong mereka semua adalah anggota 'the magnificent eight')
Adzan Dzuhur pun menghentikan saemua aktivitas bisu, memanggil jiwa-jiwa terkutuk ke rumah Allah s.w.t.
Sehabis sholat, setelah mengisi kotak sumbangan dengan *ikhlas* (sekedar berharap sesuatu yang ajaib akan terjadi), kami kembali ke aula sebelum pulang.
Dan... (sorry, pikiran gue udah mulai korsleting)
Dan... (sorry, pikiran gue udah mulai korsleting)
Pemandangan terakhir yang gue ingat adalah sebelum pulang, para anggota Osis mengadakan ekstra time dimana mereka menunjuk seseorang dan orang itu bakalan berpidato singkat tentang kesan-pesan hari pertama MOS yang konyol.
Dan lagi... (sorry, kehabisan akal)
Gue sempat gemetar, kak ketua Osis (oke, gue gak tahu apa lagi salah gue) sempat menatap tajam ke arah gue. Memang sih, gue sasaran empuk mengingat berada di posisi tegak lurus di hadapannya, duduk di barisan terdepan gugus, dan kenyataan bahwa...
Gue sempat gemetar, kak ketua Osis (oke, gue gak tahu apa lagi salah gue) sempat menatap tajam ke arah gue. Memang sih, gue sasaran empuk mengingat berada di posisi tegak lurus di hadapannya, duduk di barisan terdepan gugus, dan kenyataan bahwa...
Oke, gue bakalan mengeluhkan soal kue sus yang agak keras, pikirku.
Namun, rupanya bukan itu rencananya..
Gue mencium pipi gue sendiri (gue bingung, sorry) ketika seorang anak bantet bergelar Abu Bakar ditunjuk dan jadi korban perdana pidato konyol itu. Dan yang gue lihat sungguh menyedihkan, dia menyukainya.
Gue mencium pipi gue sendiri (gue bingung, sorry) ketika seorang anak bantet bergelar Abu Bakar ditunjuk dan jadi korban perdana pidato konyol itu. Dan yang gue lihat sungguh menyedihkan, dia menyukainya.
4 komentar:
ngyahahaha...pingin balik lagi ke jaman SMA :'(
aaaaa jadi inget masa mos GUE 3tahun lalau :D
engga usah takutlah sama kakak osis, mereka cuma sok galak aja kok aslinya baik :p
Ciee yang jadi anak putih abu2 :p
Posting Komentar