Kutahu ini sangat salah...
1.
Hari itu, tepatnya dipertengahan bulan April yang panas, aku duduk termenung menatap sebongkah es batu di kuah bakso ku. Manusia sekerjam apa yang telah melakukan ini padaku.
Aku lalu mengkhayal.
Terkadang aku merindukan liburan yang panjang disela-sela tuntutan profesi ku sebagai pelajar.Akhirnya itu kudapatkan setelah melalui final examination dan Ujian Nasional (khas Indonesia banget). Tapi tidak seperti ini. Liburan itu hanya kuiisi dengan bangun dengan muka rapi khas lipatan bantal --> makan makanan gak bergizi --> nonton film gak bermoral --> tidur tengkurap. Kusadari beberapa hari gak mandi mmbuat tubuhku mulai berjamur. Itu berulang-ulang sampai seorang temanku, Ipul menggosoknya dan menyarankan untuk ikut tes penerimaan newbie di sebuah sekolah asrama rahasia diatas awan yang tak ada samanya di bumi, Tinggi Moncong.
Aku lalu mengkhayal.
Terkadang aku merindukan liburan yang panjang disela-sela tuntutan profesi ku sebagai pelajar.Akhirnya itu kudapatkan setelah melalui final examination dan Ujian Nasional (khas Indonesia banget). Tapi tidak seperti ini. Liburan itu hanya kuiisi dengan bangun dengan muka rapi khas lipatan bantal --> makan makanan gak bergizi --> nonton film gak bermoral --> tidur tengkurap. Kusadari beberapa hari gak mandi mmbuat tubuhku mulai berjamur. Itu berulang-ulang sampai seorang temanku, Ipul menggosoknya dan menyarankan untuk ikut tes penerimaan newbie di sebuah sekolah asrama rahasia diatas awan yang tak ada samanya di bumi, Tinggi Moncong.
"Tinggi Moncong? Moncong nya yang tinggi ato apa?", pikiran gak pantas pertama yang terlintas di kepalaku.
Beberapa menit berdiskusi kecil, akhirnya aku setuju. Itung-itung liburan deh, gak ada tujuan masuk sekolah asrama. Kebayang deh, sekamar dengan cowok semua, dan yang paling aku takutkan adalah jika 2 dari 5 orang itu adalah gay. Belum lagi menjalani masa puber tanpa SMS, Telepon, BBM, Handphone, Smartphone, Internet, 3G, Facebook, Twitter, Email dan Android, betapa ribetnya untuk mendeskripsikan informasi dari dunia luar. Nggak deh.
Esoknya, kami pun berangkat.
Mendengar sedikit deskripsi dari temanku ini tentang moncong itu, aku kembali mengingat sebuah film superhero spektakuler yang judulnya 'Sky High'. Bedanya adalah Sky high sekolah untuk para superhero sedangkan aku seorang pecundang, dan hanya bisa dituju dgn bus terbang khusus, bukan mobil sewa yang kupakai saat ini, ditambah aku berangkat tanpa restu orangtuaku.
Biasanya perjalanan seperti trip ke kampungku, atau ke luar kota kuhabiskan dengan tidur. Demi kebaikanku dan orang lain ; menghindari carsick ku. Tapi melihat keadaan diapit oleh cewek-cewek cantik, kuputuskan untuk menikmatinya. hahaha...
2.
Mesin ini berdecit
Semuanya terasa lancar, sampai mobil yang kami kendarai berdecit. Ada kesalahan di mesinnya dan aku tak menyukai supirnya yang gak friendly banget. Supir gendut itu turun dan memeriksa mesin, kudengar sesuatu yang terdengar seperti umpatan.
Beberapa cekcok menghasilkan keputusan kembali ke kota mencari oli. Aku nggak mau mengambil resiko muntah dalam mobil yang memalukan jadi kuputuskan menunggu di ujung jalan. Beberapa tetap di mobil dan ikut supir sialan itu.
Sekedar mengisi waktu, kami berkeliling mencari apapun yang bisa dinikmati. Aku dan beberapa anak cowok memilih memanjat tebing mencari view yang tepat buat sedikit potret kenangan.
Dan kami bersyukur mendapatkan ini. Karena untuk sepersekian detik dalam hidup, kami dapat menikmati alam ciptaan Allah swt. Kupikir semuanya telah diatur-Nya. Agar mengingatkan kita bahwa betapa kecil dan lemahnya kita di hadapan-Nya.
Akhirnya walaupun agak lama, mobil kembali dan kami meneruskan perjalanan ke negeri diatas awan, Malino...
3.
Kami mendapat nasihat dari Pohon Pisang
Kami mendapat nasihat dari Pohon Pisang
Harusnya aku belajar meminta izin sebelum melakukan sesuatu. Karena selain hati tenang, dan kantung yang agak tebal, setidaknya aku dapat minta diantarkan oleh ayahku ato apalah. Setidaknya jangan mobil ini lagi.
Untuk kedua kalinya mobil kami mogok, tapi kali ini yang salah adalah akinya. Aku menyesal tak mendalami ilmu Fisika tentang listrik termasuk accumulator atau aki, yang setidaknya pasti bisa membantu sedikit dalam situasi ini.
Kami berada di jalan pedesaan, tempat yang jarang diperhatikan kalau orang tidak mogok disini. Di tepi jalan di belakang, ada grosir buah kuno yang sepi. Sepertinya kosong. Selain itu, tak ada apapun disitu. Hanya hutan gelap dan tenang.
Ditambah dengan hari yang makin gelap. Dengan mobil mogok, supir menjengkelkan, dan riuh suara jangkrik yang iramanya seperti berkata,"jera kau !". Beberapa kilometer lagi menuju Tinggi moncong pikirku.
Kami pun keluar dari mobil dan berharap ada mobil kosong dengan supir baik hati yang bisa muat delapan remaja kurang beruntung ini. Dan kami pun menunggu...
Untungnya kami membawa cukup snack yang bahkan bisa menjanggal perut setidaknya sampai besok pagi, tapi melihat situasi di tengah hutan, resiko diserang makhluk liar seperti ular raksasa, dan suhu yang semakin lama semakin dingin, nggak deh !
Semuanya baik-baik saja, kami bercanda ria, ngemil, dan tertawa bersama. Sampai akhirnya kami merasa janggal dengan pohon mati dan pohon pisang yang seolah bergoyang sendiri. Kau mungkin berpikir sebaliknya, tapi disana tak ada angin dan pohon yang lainnya tenang, setenang kami yang seolah ditegur sebuah pohon pisang...
4.
Kami serigala penunggu jalan
Kami serigala penunggu jalan
Terkurung dalam keheningan membuatku gila dan membayangkan legenda lycanthrope atau werewolf ; manusia serigala. Diterangi sinar rembulan berjam-jam kupikir tak akan membuatku berubah menjadi serigala jadi-jadian dan memangsa teman-temanku.
Kami pun memutuskan bangkit. Beberapa orang mencoba mencari bantuan penduduk lokal, memblokir jalan cari tumpangan, dan sisanya ngemil gak karuan.
Seorang bapak dari grosir buah kuno di ujung jalan tadi dengan baik hati menawarkan pertolongan, walaupun aku gak yakin pisang-pisangnya itu mampu menghasilkan energi alternatif buat mobil ini. Entah apa yang dibicarakan supir gendut dengan bapak buah itu, terdengat seperti cicitan tikus yang licik. Aku curiga mereka sindikat pencuri anak-anak.
Berjam-jam menunggu, berbagai macam kendaraan berlalu-lalang, mulai dari mobil, motor, truk, bus, sepeda, tapi aku tak melihat becak. mereka lewat begitu saja tanpa belas kasihan kepada anak-anak malang ini. Tiba-tiba mobil Terios perak berukuran banteng dewasa berhenti di depan mobil terkutuk kami. Mobil itu bercahaya (sungguh), bagaikan pelita di tengah kegelapan.
Kaca nya turun, kepala seorang yang kukenal menawarkan kami tumpangan. Sarah. Tapi melihat keadaan didalam mobil, gak mungkin kami semua bisa naik. Ada beberapa badak liar ditambah rubah licik (aku membicarakan Aco). Sifat gentle para cowok keluar (atau sok?) dan membiarkan rombongan cewek yang naik duluan. Savior tadi dengan baik hati berjanji akan kembali menjemput kami.
Setelah mengangkut barang bawaan cewek (banyak banget), pacarku, Modi gak bisa melepaskan aku begitu saja. Dia berbisik yang terdengar seperti,"Cepat yah, jangan selingkuh" ditelingaku.
Setelah mobil berlalu, disinilah kami para cowok termangu dalam sepi...
5.
Mereka tertawa bersamaku? Atau menertawakanku?
Akhirnya, seperti janji temanku ia kembali. Dan khirnya kami meninggalkan supir menjengkelkan tadi dengan pohon pisang bergoyang. Aku berpikir mereka mungkin cocok jika sedang berdansa Waltz.
Tak beberapa lama, akhirnya kami sampai di tujuan. SMA Andalan Sulawesi Selatan, SMA 2 Tinggi Moncong, setidaknya itu yang bisa kubaca saat gelap di gerbangnya. Satpam mengantarkan kami ke sebuah pos yang lebih mirip pondokan, menurutku. Disana lah kami memperlihatkan kwitansi, kartu tes, booking kamar, dan muka bentol akibat gigitan nyamuk hutan.
Setelah beres, kami pun bergegas masuk ke sekolah, but wait...
Map hijauku mana? Aku gak bakal bisa tes, menginap, dan berlibur (tujuan awal) tanpa berkas yang ada dalam map ku. Aku berlari kembali menuju pondokan itu, dan awalnya aku agak risih bertanya setelah melihat seorang bersorban putih yang wajahnya seperti kekurangan senyum. Aku memotong saraf malu ku, dan bertanya tentang map hijau yang tadinya kubawa kesana. Seseorang pasti melihatnya, kan?
Suasana hening.
Seketika semua makhluk yang disana tertawa terbahak-bahak, mulai dari kakak senior yang ramah, anak kecil dengan celana melorotnya, sampai ustadz bersorban yang kekurangan senyum tadi. Aku melihat di sekitar tempat itu, gak ada orang terpeleset, susu yang keluar melalui hidung, ataupun badut botak. Aku bertanya tentang apa yang sedang mereka tertawakan, namun pertanyaanku terjawab ketika aku sadar sedang memegang map hijau ku...
6.
Pinang 3, sarang Naga atau Elang?
Baiklah, ingatkan aku untuk bertanya kepada teman ku terlebih dahulu sebelum bertanya kepada orang lain. Kupakai kupluk coklat punya pacarku, dan berharap gak dikenali oleh kakak-kakak tadi.
kamar kami tempat penitipan sepatu |
Setelah bertanya kesana-sini, akhirnya kami mendapat dua orang pemandu turis. Seorang cowok gembul dan cewek kurus. Kakak cowok tadi memandu kami menuju kamar kami. Dan kakak cewek tadi mengambil bagian cewek juga tentunya.
Kakak tadi bercerita beberapa hal tentang sekolah ini, aku gak tertarik mendengarkannya dan memlilih caraku untuk melihat-lihat ke sekitar. Rapip, Ipul, Dadang dan Aslam kelihatannya tertarik.
Akhirnya kami sampai. Pinang 3. Dihiasi kumpulan sepatu di depan kamar.
Seperti perkiraanku, dua tempat tidur bertingkat, kasur cadangan di bawah, dan barang-barang senior yang masih berantakan.
Aku berlari menuju tempat idamanku, bagian atas. Dan Ipul mengambil bagian bawah ku. Aslam dan Ilman memilih tidur di kasur bawah, menyatu dengan tanah. Rapip mengambil tempat di atas juga, tapi di tempat tidur sebelah. Dan di bawahnya masih kosong, kupikir tanpa kehadiran Apip, itu tempat anak Athirah yang dibicarakan itu.
Aku berlari menuju tempat idamanku, bagian atas. Dan Ipul mengambil bagian bawah ku. Aslam dan Ilman memilih tidur di kasur bawah, menyatu dengan tanah. Rapip mengambil tempat di atas juga, tapi di tempat tidur sebelah. Dan di bawahnya masih kosong, kupikir tanpa kehadiran Apip, itu tempat anak Athirah yang dibicarakan itu.
Aku memperhatikan sekitar. Sampai aku mendapatkan dua hal yang ganjil. Kupikir Pinang ini adalah sarang Naga 12 dan Elang Tegar. Dan kuharap selama berada disini mereka tak akan melukai ku.
Setelah berkemas, kami pergi shalat, dan menuju aula makan. Mengisi nutrisi bagi jiwa yang gak karuan...
7.
Makam Malamku diantarkan Superman
Malu bertanya, sesat di jalan. Daripada sotoy, mending bertanya. Kami mengunjungi gerombolan senior dan bertanya tentang kupon makan yang bisa kami tukarkan. Seorang kakak pun menunjukkan jalan menuju aula makan. Tidak jauh dari asrama cowok.
Kakak tadi menunjuk sebuah paviliun, dibingkai dengan gaya arsitektur yang sederhana, kupikir perpaduan gaya Setempat dan modern, dengan tiang simple, dinding jingga, dan marmer hitam. Ada lusinan meja panjang dari kayu mahoni kayaknya. Paviliun itu terletak diatas bukit yang menghadap ke lembah yang sangat luas, di perempatan koridor. Cukup strategis mengingat tempat itu adalah titik pertemuan asrama cowok dan cewek. Disini kami bertemu teman-teman yang lain, seperti Aco, dan Syahrul.
Tak ada pelayan pikirku. Yang ada beberapa anak muda setahun lebih tua dari kami yang sedang melayani keluhan anak seusia ku soal perut mereka yang kosong. Tiba-tiba sosok yang kukenal muncul di hadapan kami.
Namanya Maman. Dulunya sering kusebut Superman alias Super Maman, karena kepiawaiannya melahap rubik. Dulunya senior kami di SMPN 12 Makassar, sekaligus Sparring Partner angkatan basket ku. Dia bercerita bahwa disini yang melayani tuh kakak kelas, gak ada senioritas, jadi tenang-tenang aja kalo disini. Tapi tetep aja gak mengubah tujuan awalku, cuma liburan pikirku.
Setelah kami memesan Nasi goreng dan bakso, ia pun beranjak dan memasuki sebuah ruangan yang setelah kuintip adalah semacam dapur raksasa. Kami pun berdebat soal wujud makanan kami nantinya, apakah dihiasi apel? Campur mayonaise? Atau cuma Nasi goreng doang yang membuat air liur kami mulai menetes, terutama Aslam.
Tak lama kemudian, Maman datang membawa suplemen nutrisi kami. Walaupun agak kecewa dengan nasi gorengnya, gak sebagus khayalan kami tadi, semuanya tetap lahap. Inilah yang dikatakan kalau lapar, apa saja diembat.
Setelah makan, Maman berjanji akan ke kamar kami dan menceritakan apapun soal Smudama (Sma 2 Malino --red). Akhirnya aku punya cukup energi untuk berkeliling sekolah. Namun tak seperti perkiraan, kata Maman nanti akan ada 'Sosialisasi Malam' yang terdengar seperti 'Penjara Malam' bagiku.
* * *
Aku harus mengubur impian ku dalam-dalam ketika memasuki kelas yang sesak dengan makhluk yang kukenal, anak-anak SMP 12 beserta senior-seniorku dahulu kala. Ada Kak Hikary, Kak Ghea, dan yang paling kukenal Akira dan Samosir. Maklum dulu aku adalah buronan kakak kelas, akibat tingkah laku ku yang menurut mereka melecehkan.
Akhirnya kami duduk manis mendengar suka-duka serta curhat yang tidak direncanakan. Juga sedikit saran tentang tes PSb besok yang akan kami jalani. Aku hanya menggerutu soal jaket, dan senter yang kubawa khusus untuk jelajah malamku kepada Ipul yang terlihat asyik memperhatikan kakak-kakakku.
* * *
Jam menunjukkan pukul 09.30 ketika kami sampai ke kamar, dan aku ingat Maman mengatakan bahwa jam malam disini adalah pukul 10.00. Artinya 30 menit lagi yang tak akan cukup untukku berkeliling. Ditambah senior yang berjaga di tiap asrama cukup membuatku merasa di penjara. Apalagi seorang bapak yang tiba-tiba berada dalam kamar kami. Untungnya dia tidur di tempat tidur sebelah, dibawah Rapip. Aku cukup lega, kupikir kalau dia seorang cabul, Rapip akan menghajarnya sampai kumisnya rontok.
Banyak hal yang ada di kamar ini, buku, gitar, gendang, setrika, dan catur. Semuanya sibuk dengan aktifitasnya. Ada yang berdendang, belajar, tiduran malas dan manjat-manjat.
Kedatangan Maman cukup menghibur kami. Dia berusaha menghibur dengan menceritakan pengalamannya, terutama awal masuknya dan wawancara yang konyol. Kami sedikit tertawa, dan beberapa kali saling memukul.
Maman cukup lama sampai seniornya menegur dan akhirnya kami diberi pilihan : tidur atau belajar? Namun kami memilih berfoto lalu sikat gigi, haha...
8.
Aku berduet dengan Kodok dan Ngorok
Semuanya sudah terlelap. Semuanya, kecuali aku. Ya, darah nocturnal dari Bapak ku yang memang berasal dari suatu kabupaten bernama Soppeng yang kusebut Bat Country, pohon yang penuh kelelawar di siang hari mungkin akan menjelaskanmu kenapa aku menyebutnya demikian.
Iseng aku lompat dari tempat tidurku dan memotret beberapa ekspresi tidur para kawanku ini. Kecuali Rapip, aku cukup takut untuk membangunkan Beruang hitam di bawahnya.
Aku iri dengan mereka, yang akhirnya bisa tertidur pulas dengan damainya. Aku akhirnya memutuskan gak mengganggu mereka, dan kembali naik ke sarangku, yang menurutku sarang si Naga. Aku menyukai tempatku, berkuasa dan tinggi. Kecuali bantal gulingnya yang serba pink. Mungkin si Naga adalah PinkyBoy.
* * *
Jam keluaran Arab ku menunjukkan pukul 02.10. Cukup, aku muak terjebak ditengah-tengah riuh suara jangkrik, kodok, dan suara ngorok yang mungkin datang dari Ilman atau Aslam yang seolah membelah malam dan membuat konser besar dengan aku satu-satunya penonton. Terutama suara Ipul yang mengigau soal tujuannya masuk di Smudama.
Mataku cukup berapi-api untuk melakukan jogging keliling sekolah. Tunggu, jogging? Mungkin itu dapat membuat ku lelah dan bisa tertidur. Yeaaaah !
Aja-aja Fighting ! |
Aku lompat dan berlari keliling kamar, push up dikit, dan sit up. Setelah merasa cukup, aku kembali naik ke tempat tidurku.
Aku berkeringat, dan mendengar suara tembakan peluru. Suara tembakan itu seperti lullaby yang kukenal. Begitu nikmat sehingga prosesi tidur pun dimulai...
menguap, melepaskan sebagian roh ke udara |
aku mendengar suara tembakan, dan kaget, aku di ujung sekarat |
R.I.P. (Rest In Pink) |
9.
Aku menjadi Penguasa Tertinggi Kamar Mandi
Diantara kami semua aku lah yang paling telat tidur, namun paling awal bangun. Entahlah, aku hanya membutuhkan sedikit tidur dan energi ku kembali seperti semula. Sepertinya ada makhluk di tubuhku. Seperti di cerita komik serial Naruto yang di dalam tubuhnya bersemayam Kyubi yang membuat daya recovery nya terhadap apapun tinggi.
suasana di tempat wudhu |
Seorang senior masuk dan menyuruhku untuk membangunkan semua kawanku. Dia juga memberitahukanku untuk segera mandi untuk menghindari antrian panjang. Mandi jam segini mungkin akan membuat eritrosit ku berhenti dan menghambat penyebaran oksigen dan akhirnya membuatku mati terkapar pikirku.
Kulirik tempat tidur tempat bapak misterius itu tidur sudah rapi. Mungkin dia sudah ke masjid untuk shalat subuh.
Setelah menghidupkan kawan-kawanku, kami berdiskusi tentang mandi sekarang tanpa saingan atau mandi setelah shalat subuh dan kemungkinan berkelahi dalam antrian. Suara Adzan memberi keputusan bahwa kami akan mandi setelah shalat subuh. Kami pun mengambil wudhu, dan berangkat menuju surau.
* * *
Aku meninggalkan kawan-kawanku yang sedang berdoa, dan lebih dahulu mempersiapkan alat mandi. Kulihat Aslam yang sedang berlari menuju antrian yang masih sedikit. Berengsek, dia mendahuluiku.
Setelah mampu menerima keadaan itu, aku memilih mencari kamar mandi yang kosong. Aku benci menunggu.
Di Smudama memang punya 4 kamar mandi di setiap asrama, aku sudah mengunjungi ketiganya dan sedang mencari yang terakhir.
Aku melewati rombongan Samosir yang sedang berfoto ria. Aku memutuskan mengambil satu foto sebagai kenang-kenangan.
Aku melupakan satu hal penting. Flash nya lupa kumatikan yang membuat Samosir tertawa dan temannya yang lain manggut-manggut. Lebih aku baik lari daripada jadi objek kekesalan.
Aku kembali ke tujuanku, mencari kamar mandi kosong. Akhirnya kudapatkan juga, sesaat sebelum Aslam keluar dari kamar mandi itu juga dan menyisakan aku sendiri di depan pintu masuk kamar mandi. Hera, tadinya Aslam kan ada di kamar mandi disana. Pusing, aku tertawa dan masuk ke dalam kamar mandi. Aku adalah penguasa tertinggi kamar mandi ini.
Tapi setelah masuk aku baru sadar aku lupa membawa handuk. Aku berlari kembali ke kamar dan kembali dengan beberapa antrian. Mungkin aku bukan penguasa yang sesungguhnya...
10.
Aku mengunjungi Istal Kuda
Harus kuakui air disana sangat dingin. Namun asyik juga melakukan sesuatu yang jarang dilakukan. Aku mengguyur badanku sampai merasa cukup membeku lalu keluar dengan handuk putih keluaran hotel.
Setelah ganti mengganti baju, aku melirik jaket dan senter ku yang kemarin malam gagal kugunakan. Aku pikir gak salah juga jalan-jalan sedikit sebelum sarapan. Aku memungut jaket dan senter dan berlari menembus cakrawala.
* * *
Menembus koridor yang seram.
Awalnya aku berkeliling asrama cowok, mendengar beberapa bahasa dan logat yang berbeda. Maklum pendaftar disini berasal dari banyak daerah. Terus ke lapangan basket yang kosong dan sepi, perpustakaan raksasa.
Kulirik kamar mandi yang sesak dengan antrian dan keluhan beberapa anak. Aku bersyukur aku setidaknya menghindari pertumpahan darah di antrian tadi.
Akhirnya aku berhenti di hadapan lembah yang kemarin malam kulihat di balik jendela paviliun makan.
Semakin aku mendekat, kusadari betapa luasnya lembah itu. Semuanya terasa mistis, namun sangat damai. Lukisan langit yang masih perawan, rintikan embun yang segar, ditambah udara yang sedap memabngun sebuah harmoni alam yang indah. Aku menyukai sebuah pohon pinus yang berdiri tegak, sendirian, dan daunnya sudah rontok, kecuali di puncaknya. The view is so cool there !
Aku bertanya pada diriku buat apa lembah seluas ini untuk sekolah?
Tiba-tiba aku mendengarkan rengekan kuda. Sebuah rombongan kuda poni yang sedang sarapan menjawab pertanyaanku.
Cukup, aku gak mau menjadi peternak kuda...
11.
Kami berkelahi untuk sebuah Setrika
Perutku mulai keroncongan. Kubatalkan obsesiku untuk tetap bertahan hidup. Aku kembali ke kamar dan mendapati kawan-kawanku sedang becanda. Setelah meminta maaf pergi tanpa pemberitahuan, kami pun mulai menjemput kawan-kawan lain untuk sarapan.
lingkaran merah : hantu penunggu pohon mangga |
Kami menuju Melati 3. Menjemput Aco, Dadang, Ikky, dll. Dan sedikit exercise dan olahraga dengan angkat beban.
Setelah lengkap, kami menuju paviliun makan untuk sarapan. Dan kami terkejut dengan apa yang kami lihat.
Ternyata bukan kami yang tercepat mandi. Ada sekitar ratusan lebih yang lebih dahulu disini, dan mereka...berkostum. Kami mengorbankan rasa malu dan masuk dengan kostum yang salah, lagi-lagi demi alasan bertahan hidup.
Dengan makan ala tentara, kami menuntaskan urusan perutkami dan berlari secepatnya ke kamar.
Ternyata bukan kami yang tercepat mandi. Ada sekitar ratusan lebih yang lebih dahulu disini, dan mereka...berkostum. Kami mengorbankan rasa malu dan masuk dengan kostum yang salah, lagi-lagi demi alasan bertahan hidup.
waduh, salah kostum |
Dengan makan ala tentara, kami menuntaskan urusan perutkami dan berlari secepatnya ke kamar.
Setelah gosok gigi, kami membongkar muatan tas dan mencari uniform sekolah kami dan betapa terkejutnya kami mengetahui baju yang kemarin sudah kami rapikan sekarang lusuh.
Aku mengingat setrika di atas lemari dan kami mulai berebutan setrika. Aslam yang terbesar paling awal memakainya. Rapip dan Ipul mengalah, mereka lebih memilih memakai baju dengan motif kotak-kotak itu. Aku bersitegang dengan Aslam dan akhirnya aku mendapatkan setrika itu. Ilman terlihat oke oke saja dengan bajunya. Aku heran dengan dia.
Setelah semuanya siap. Kami berangkat menuju ruangan kami masing-masing...
12.
Aku mengerjakan tes di antara mayat yang diawetkan
Sebenarnya kami semua satu ruangan, kecuali Ilman yang berstatus pengganti Apip. Jadi terpaksa kami berpisah dengan Ilman. Sialnya kami dilarang membawa HP dan kamera.
Nomor urut ku 243, Ipul 240, Aslam 246, dan Rapip 226. Satu ruangan berisi 25 anak. Jika digabung, kami berada di ruangan yang berisi nomor urut 226-250 yang berarti Rapip lah yang terdepan dan kemungkinan berhadapan langsung dengan pengawas. Jika di kalkulasi secara keseluruhan, ruangan 10 adalah tempat kami.
Kami melewati rombongan kakak kelas yang terlihat angkuh.
Biasanya aku tidak pemalu, tapi dilihat dengan pandangan seperti ini membuatku rikuh. Mereka seperti berharap kami bersalto atau apa.
* * *
Akhirnya kami sampai. Kami memasuki ruangan.
Tempatku cukup aman, dipertengahan. Tidak terlalu menantang di depan, dan tidak terlalu menjorok di belakang. Seperti perkiraan, Rapip duduk paling depan. Dan diantara kami, Aslam yang paling belakang. Oh iya, aku juga satu ruangan dengan pacarku, Modi. tapi dia gak keliatan sejak 'sosialisasi malam' kemarin.
Aku terhenyak.
Udara hangat dari lantai yang berbau seperti lumut yang membuat termometer raksa di sebelah papan tulis cenat-cenut, kayu busuk, dan satu lagi ... bau yang kuingat dari pengalaman berburu ular mendadak ku saat kecil, reptil. Ditambah bau kotoran ternak, seperti bau kelinci, beserta bau obatan dan botol-botol eksperimen.
Kuamati lemari di sisi-sisi kelas. Seluruhnya ada tiga lemari. Bertumpuk toples-toples kaca yang berisi awetan ... mayat. Dan yang terbesar mempunyai plakat bertuliskan, "KEPALA REPTIL AWETAN ..." yang menjijikkan dan aku tidak tinggal untuk mencari tahu.
Kelas Biologi.
Aku akan mengerjakan tes di saksikan puluhan mayat ini...
13.
Aku berbohong soal masa depan ku
Seratus buah soal, Matematika, Bahasa Inggris, Biologi, Fisika, dan TPA. Masing-masing 20 buah. Soalnya cukup mudah menurutku, aku tak memerlukan bolak-balik sana-sini untuk mencari jawaban. Berbanding terbalik dengan Tryout sebelumnya yang melebihi batas normal ku.
Setelah selesai, aku mengamati disekitar. Kelihatannya kawan-kawanku juga hampir selesai. Jadi kuhabiskan waktu sampai bel berbunyi dengan menatap wajah orang yang sangat kucintai.
Waktu habis.
Kakak kelas menunggu di luar kelas, membawakan snack untuk kami. Setidaknya menunda lapar. Kebiasaan setelah tes atau ujian : berdebat soal jawaban dan aku gak terlalu pusing untuk berdebat dengan kawan-kawanku. Aku lebih memilih menatap ke arah asrama cewek, menunggu datangnya sebuah keajaiban.
* * *
Kami digiring masuk ke kelas lagi. Kali ini bau reptil tadi nggak terlalu mengganggu, kayaknya daya adaptasi ku cukup tinggi. Kami di tunjukkan tentang yang mana yang haq dan batil di sekolah ini. Aku gak terlalu pusing untuk mengetahuinya, mengingat kembali tujuan awalku.
Setelah kakak tadi mensosialisasikan laws lawas nya, pengawasku tadi mengambil alih dan memberitahukan bahwa sesi wawancara akan dimulai. Semua calon siswa kecuali yang namanya disebut disuruh keluar ruangan. Dan sialnya, itu berarti Rapip lah yang pertama.
Setelah memberikan semacam pemberkatan kepadanya, kami semua keluar dengan perasaan was-was.
Aku teringat kepada saran Maman,"tenang dan sopan". Oke, itu gak cukup membantu.
Kucoba mencairkan suasana dengan ikut berdebat gak jelas dengan Aslam. Tak beberapa lama kemudian, Rapip keluar. Asumsi awalku dia sudah tak waras. Dia keluar dengan sedikit ketawa liar yang cukup aneh mengingat diantara kami dia lah yang paling bijaksana.
"Tenangmko saja cika, yang ditanya itu cuma disuruhki introduction, terus hobi sama prestasi. Aman ji itu, anak dubels jki", saran Rapip.
Hatiku cukup lega, Rapip sudah memercikkan sedikit api kedalam hatiku, tinggal aku yang memberinya sedikit minyak tanah semangat yang akan menghasilkan rasa kepercayaandiri yang tinggi.
Namaku dipanggil dan aku sudah siap.
* * *
Setelah memberi salam, pengawasku itu mempersilahkanku duduk.
Dia wanita separuh baya dengan mata coklat ganas yang seperti sudah hidup seribu tahun dan mengetahui segala hal. Kupikir dia bisa membaca pikiran juga.
"Bisa perkenalkan diri nak? Kalo bisa dalam bahasa Inggris", kata wanita tua itu.
"Yes, Ma'am,",jawabku agak gugup,"My name is Muhammad Shadiq, but u can call me Sadiq, I was born on 27th November 1995. I was the oldest child in my family. My dad name is Syaharuddin and my mother Johar, if u want to ask something else, please?", jawabku percaya diri, gak sia-sia pernah sekolah di RSBI.
"Ya, that's enough,", sambil memegang dagunya,"nak Sadiq suka main basket?"
"Oke, kalau prestasi akademik nya, Sadiq?"
Aku ingin berbohong dengan mengatakan,"Pikir bu, aku sudah mengalahkan ribuan murid seluruh Indonesia dalam olimpiade Matematika" atau "Prestasi sudah biasa, bu. Sekarang yang lagi kebanjiran beasiswa". Tapi aku lagi gak mood berbohong.
"Umm, terakhir ikut Olimpiade Biologi tingkat kota, bu. Sebelum-sebelumnya jarang diikutkan.", kataku.
"Baik, yang terakhir.", pandangannya berubah,"Ada sekolah lain yang jadi tujuan, Sadiq? Kalau lulus di Smudama pilih yang mana? Beserta alasan !", dengan pandangan *akan-kubunuh-nanti-kalau-nggak-pilih-smudama* barunya.
Aku berkeringat, mataku pedih, mulutku secara refleks berkata,"Jubels, bu. Kalau lulus di sini ya milih disini saja, soalnya banyak teman baru, selain itu suasana yang tenang serta bebas gangguan dari luar mungkin akan menempa saya jadi seorang yang berguna suatu saat nanti", aku baru sadar aku membohongi guru disaat pertamaku.
Matanya menipis, ia mungkin sedang berusaha mendeteksi sarkasme dalam pernyataanku.
"Baiklah, Sadiq. Well done ! Semoga kita ketemu lagi disini", katanya dengan muka baik kembali.
"Iya, bu. Makasih banyak", kataku.
Setelah memberi salam, aku membuka pintu dan berkata pada diriku sendiri. "Semoga, semoga nggak"...
13.
Kami mengetahui keadaan sesungguhnya, kira-kira
Aku gak banyak bercerita tentang wawancara mengerikan itu pada kawan-kawanku. Aku memilih memberikan gambaran yang baik buat Aslam yang satu-satunya belum masuk.
Setelah semuanya selesai, kami semua kembali ke kamar. Dan modi kembali ke rombongan cewek.
Sepertinya kami yang paling awal selesai. Semua ruangan masih sibuk menyeleksi calon siswa. Itu merupakan anugrah yang berarti gak ada antrian di kamar mandi dan paviliun makan. Kami putuskan untuk ganti baju, shalat, dan makan siang.
Aku pusing, lapar, dan gerah. Setelah ganti baju, kami pergi wudhu dan shalat Dzuhur. Sekalian menyegarkan diri.
* * *
Kami mengambil satu pelajaran dari antrian makan di paviliun. Ambillah bangku terdekat dari dapur dan kau kan mendapatkan makananmu dalam sekejap. Kami pun mengambil tempat dekat dapur.
Satu lagi, kami menyesal gak memilih menu 'Ayam goreng lalapan + Sup' yang ratusan kali lebih komplit dari Nasi goreng apa adanya yang kemarin malam kami makan.
Baiklah, mungkin ini makanan terakhir dan terlezat. Kupon ku sudah habis, dan berarti setelah makan sian, kami tinggal menunggu mobil jemputan dan meninggalkan sekolah ini.
* * *
Kami kembali ke kamar dan menunggu mobil sambil bernyanyi. Sebagian lagi saling mengejek, mendorong, dan berkelahi seperti anak bego. Menurut sumbernya Modi, mobil udah on the way kesini, tapi lagi ada macet di bendungan Bili-bili. Ya, setidaknya ada waktu untuk mengistirahatkan otak dan otot setelah berjuang habis-habisan hari ini.
Tiba-tiba, seorang kakak kelas membuka pintu dan mencari sesuatu dalam laci. Setelah itu, dia menutup pintu dengan keras, dan aku mendengar semacam umpatan kotor.
Kami mengetahui maksud kakak tersebut. Kira-kira.
Memang sih, sekolah udah mulai sepi karena para pendaftar sudah pulang sejak selesai makan siang. Dan kayaknya tinggal kami yang masih tersisa.
Daripada harga diri keinjak-injak, kami memutuskan berkemas dan siap-siap pulang. Lebih baik menunggu di lapangan basket, pikirku. Selain aman, segar, juga plus view indah dari lembah kuda tadi pagi.
Seandainya kami membawa bola basket, mungkin itu alternatif utama untuk menunggu mobil. Sayang, kami hanya duduk untuk melihat permainan amatir dari kakak kelas berengsek tadi. Kupikir nenekku yang sekarat bisa bermain lebih bagus daripada itu.
Bosan, akhirnya Jusma mengeluarkan kartu ilegalnya dan kami akhirnya bermain...
14.
Kuakui, aku jatuh cinta padamu !
Akhirnya mobil Avanza silver pesanan udah datang. Setidaknya jauh dari Panther matic Kuning Tai kemarin. Kami pun naik, namun tampaknya awan menampakkan cuaca yang buruk dan hari yang mulai gelap efek dari global warming yang semakin menggila membatalkan rencana kunjungan kami ke hutan pinus, kebun teh, dan penjual tenteng.
Kami pulang.
Sepanjang perjalanan pulang, aku berdiam diri menghadapi guncangan mobil yang diakibatkan belokan tajam yang berkali-kali. Lagu SheilaOn7 - Berhenti Berharap secara acak berputar dalam otakku melihat cuaca yang gelap ini. Ditambah hatiku yang sedang gundah, ini lagu yang cocok.
Namun ... ada beberapa hal yang pasti kurindukan dari sekolah ini. Pemandangan lembah dari balik jendela paviliun makan, riuh suara jangkrik dan nyiur suara daun bambu yang bergesekan pada malam hari, aroma pohon pinus, dinginnya air kakus, kakak kelas dengan outfit yang khas, nasi goreng yang mulai kusuka, tempat tidur berdecit, dan terutama bantal guling pink ku.
Aku malu mengungkapkannya, tapi aku rasa aku mulai mencintai tempat ini. Dan mungkin aku bisa saja berubah pikiran.
P.S. : Selamat buat Rapip, Ipul, Dadang, Cici, dan Ulul yang lulus dan mendapat restu sekolah disana. Walaupun Ulul agak ragu, tapi yakinlah semua ada jalannya. Percaya sama Tuhan, lakukan yang kamu bisa dan Tuhan akan melakukan yang kamu tidak bisa. Sampai jumpa di Olimpiade Internasional.
salam super.
3 komentar:
pengalaman yang sangat AMAZING
kayaknya menyenangkan yaaa...
ada smiley indowebsternya juga hhaha
join to my blog please
haha, guru adalah pengalaman yang berharga banget om
Posting Komentar