Kudapati diriku memandangnya, tindakan ekstrem yang sudah kulakukan bermiliar-miliar kali. Tingginya dan aku hampir sama akhir-akhir ini, dan hal itu bahkan terasa lebih melegakan.
Hampir.
Rasanya sedikit mengintimidasi.
Tapi dia manis.
Oke, maksudku-memang-dari dulu dia imut, tapi dia mulai jadi cantik banget. Biasanya kami gak bakalan bisa memulai suatu interaksi cinta tanpa sebuah ajang baku hantam, dan memang itulah kenyataannya.
Aku cinta dia, dia cinta aku. Gak satupun dari kami yang mencintai mereka. #abaikan
Kalo diingat apa yang telah kami lalui selama ini, rasanya pengen nangis. Begitu banyak perkelahian, penginjak-injakan, penindasan, dan tangis. Namun kadangkala, kami sering bercanda dan tertawa-menertawakan orang lain, membisikkan kata-kata cinta, dan merangkai mimpi-mimpi indah.
Semuanya dilakukan dengan cinta dan rasa bahagia saat itu, setidaknya gue harus bilang gitu, kalo nggak Modi pasti bakal membunuh gue.
Stop.
Gue jadi ingat saat pucuk-pucuk cinta pertama mulai merekah. Bersama putri Maulidya, ketika matahari sepanas-panasnya di awal tahun. Di negeri Gorens, kerajaan Opera Van Dubels, kami dipertemukan.
Seorang dukun jadi-jadian, terpaksa gue sebutin, Deli Datu Arung-lah yang mempertemukan hati kami. Bertindak sebagai mak comblang, biasanya dia minta beberapa tumbal.
Walaupun berat dan beresiko, setiap istirahat jam pelajaran terpaksa gue
berkorban duit demi beberapa snack.
Emang sih, gue ama dia udah kenal lama, sering SKSD juga, tapi baru pas itu gue ngerasa lain banget. Sesuatu dalam diri gue menggeliat dan memberontak.
Gue jatuh cinta. Sudah pasti bukan sama si dukun goblok.
Jadi, akhirnya kami jadi sering menghabiskan waktu bersama. Smsan, telponan, ngerumpi, sampai makan nasi goreng sepiring berdua yang samasekali gak romantis karena faktor bokek nya si gue.
Saat itu, rasa canggung masih melingkupi kami berdua. Kami bagaikan singa yang haus cinta kalo lagi smsan atau telponan. Tapi kalo face to face, gak lebih dari sepasang kucing kecil yang mau pipis.
Tapi lambat laun kami semakin dekat, akrab, dan menyatu. Hati gue cuma buat dia, hati dia cuma buat gue. Gak ada yang berani tanpa hati-hati mendekati hati-hati kami.
Akhirnya, awal Maret hubungan kami pun mengikat janji resmi.
Semuanya berjalan baik, gue putih dia putih. Gue hitam dia hitam. Kami sejalan dan sehati, hati ke hati.
Saking dekatnya, sampai kisah kami menjadi buah bibir di semua kalangan. Adik kelas, musuh, teman, kakak kelas, batu, kolam, ikan, sampai guru-guru.
Tapi masalah lama muncul kembali, sesuatu yang membuat rasa cemburu mulai tumbuh. Kombinasi iri dan dengki menyayat hati dan mengikis cinta yang mulai membuat jadi sering berantem.
kami memutuskan untuk memutuskan hubungan kami.
Waktu berlalu, tak terasa kami kembali bertemu di sekolah yang sama, bahkan sekelas. Namun sayangnya tidak dalam hubungan yang sama. Gue udah putus ama dia.
Dan akhirnya hari-hari itu pun tiba.
Dan akhirnya hari-hari itu pun tiba.
Hari-hari tak berbicara dengannya, hari-hari tak bisa meneleponnya, hari-hari yang tak pernah gue bayangkan akhirnya mejeng di kalender kamar gue.
Tapi dia terkadang masih melemparkan senyum manisnya, dan hati gue serasa ditendang. Masih ada cinta di senyumnya. Gue ingin percaya, bahwa dia memang masih menungguku.
Tapi ternyata gue salah, dia ternyata move on nya cepat sekali. Dia barusan jadian sm mantan lamanya, si Batagor. Gue yang sama sekali gak tau cara make deodoran roll on sampe kaget, sewaktu salah satu sahabat gue menyampaikan kabar buruk ini.
Gue gak tau kenapa, gue galau banget. Lu semua pasti gak tahu gimana rasanya sekelas sm mantan pacar yang cepat banget move on nya. Semangat belajar gue abis men, mau makan ingat dia, mau tidur ingat dia, pas mau ingat dia, gue lapar dan ngantuk. Asli galau gue.
Hubungan gue sekarang ama dia gak jelas, sebagai cowok tulen gue menginginkan perpisahan yang baik, namun gue masih belum biasa dalam kondisi seperti ini, gue mantan yang gagal total.
Gue cuma mau dia tahu kalo gue cinta dia kemarin, hari ini, dan besok. Sebagai teman, sahabat, pacar, mantan, musuh.
Nama gue Muhammad Shadiq, baru aja dapat gelar sebagai The man who can't be moved...
Gue gak tau kenapa, gue galau banget. Lu semua pasti gak tahu gimana rasanya sekelas sm mantan pacar yang cepat banget move on nya. Semangat belajar gue abis men, mau makan ingat dia, mau tidur ingat dia, pas mau ingat dia, gue lapar dan ngantuk. Asli galau gue.
Hubungan gue sekarang ama dia gak jelas, sebagai cowok tulen gue menginginkan perpisahan yang baik, namun gue masih belum biasa dalam kondisi seperti ini, gue mantan yang gagal total.
Gue cuma mau dia tahu kalo gue cinta dia kemarin, hari ini, dan besok. Sebagai teman, sahabat, pacar, mantan, musuh.
Nama gue Muhammad Shadiq, baru aja dapat gelar sebagai The man who can't be moved...