Aku galau, aku sedih, aku menderita. Aku terima.
Dia bahagia, dia senang, dia tertawa. Aku terima.
Tapi...
Innalillahi, Wainnailaihi, Rojiun. Aku gak terima.
Disaat-saat harusnya dia bahagia, dia senang, dia tertawa, mengapa Engkau membuatnya menangis, sungguh bukti kekuasaan yang Maha Tiba-Tiba nan pahit.
Ini kali keempat aku harus menyaksikan teman-temanku kehilangan orangtuanya di depan mataku. Kali keempat dari yang nggak pernah kuinginkan. Dan yang satu ini begitu berbeda. Dulunya dia adalah calon nenek dari anak-anakku yang gak akan pernah lahir lagi. Dia salah satu dari sedikit orang yang percaya padaku.
Beberapa jam yang lalu, seorang ibu meninggalkan anak gadisnya, suaminya, keluarganya untuk selamanya. Menggantung senapan berat yang selalu dipikulnya, terbaring tenang setelah perjuangannya, membela dan melatih anak-anaknya. Sesuatu proses yang membutuhkan taktik perang yang hebat.
Matanya hitam keabu-abuan, penuh kewaspadaan dan angin badai, seakan-akan selalu sigap untuk menerkammu disaat lengah. Tapi sekaligus memancarkan keanggunan, pengetahuan, dan rasa percaya diri yang tinggi.
Rambutnya keriting berliku-liku, susah ditebak. Alisnya tipis berkabut, halus dan penyayang, namun selalu punya cara lain untuk menunjukkannya. Wajahnya bulat, tapi senantiasa membentuk siku penuh ketegaran.
Aku merindukanmu, bu. Disaat dimana kau menelpon dan mengirimkan pesan ketika khawatir dengan anak gadismu, dan kau menyuruhku agar tidak memberitahukan itu pada anakmu.
"Yang penting modi baik-baik saja, nak", katamu.
Selalu mengingatmu, bu. Disaat pertama kali kau mendapati kami sedang bermesraan di tangga mal. Kepercayaan, itu yang kau ajarkan saat itu.
Takkan kulupa, bu. Disaat aku mengantarkan anakmu pulang tanpa pengaman motor dan kau marah-marah karena khawatir kami akan terjadi apa-apa. Aku malu, bu. Saat itu aku berjanji akan mengantarkan anakmu dengan mobil mewah dan aman suatu hari nanti.
Aku rindu, ibu.
Maaf telah banyak sok tahu tentang dirimu, ibu. Tapi terima kasih telah melahirkan dewi yang sangat indah di muka bumi ini, ibu. Seorang gadis muda yang keras dan tangguh sepertimu. Terima kasih telah melatih dan merawatnya, sehingga aku bisa belajar banyak hal dari dirinya. Sesungguhnya tidak ada ibu yang lebih beruntung di muka bumi ini selain dirimu.
Seorang ibu yang bahkan lebih baik dari ibuku.
Dan ketika tiba saat di mana pamakamanmu tiba, aku akan menjadi orang yang paling pertama percaya bahwa kuburan tersebut adalah jejak seorang malaikat.
Memang benar orang baik capat mati. Semoga diterima di sisi-Nya, hanya ini yang bisa kulakukan untukmu. Untuk seorang menantu gagal yang mencintai kesuksesan mertuanya. Dan oh iya, sekarang anakmu sudah menemukan pengganti ku. Namanya Billy Bobby Putra, dan aku percaya dia sangat baik untuk anakmu.
Tapi tentu saja, aku selalu disini. Tiga bangku disampingnya, mengawasi dan mengaguminya. I'm with her, mom. I'm with her.
4 komentar:
Innalillahi Wainnailaihi Rojiun..
semua emang kembali kepada -Nya..
memang dihadapkan rasa kehilangan itu sangan sedih apalagi saat kita merasa memiliki...
luas biasa mas, seorang ibu emang mulia, meski bukan ibu kandung kita..
Innalillahi Wainnailaihi Rajiun..
tetap istiqomah dan sabar ya mas... semoga amal ibadah beliau diterima disisi-Nya. Amin..
no comment... terharu membacanya....
innalillahi wa innailaihi rojiun..
turut berduka cita modi..
Posting Komentar