darah petualang merayap di pembuluh darah kami, seluruh tubuh kami adalah mesin mekanis dengan rasa keingin-tahuan yang tinggi, dan insting adalah satu-satunya kompas kami...
Here they're : Dirham - Acot - Ipul - Hilmy - Rapip - Sadiq - Amir - Juan - Acom - Aslam |
Tabuh berbunyi, hemparkan alam sunyi...Berkumandang suara adzan...
Berkumpul di salah satu pusat fashion di ujung negeri Ayam (re: Pasar Mode), sekumpulan anak terlihat suntuk. Mungkin setengah arwahnya masih tertinggal di dunia sana.
Menerobos kabut tipis dengan mulut yang masih berliur, membelah ufuk timur, dan mendahului kedatangan sang mentari pagi. Mengikuti arah ular hitam, sekumpulan cicunyuk ini berkuda menuju daerah paling menjorok di negeri Ayam, Pantai Losari.
Ribuan kilo jalan yang ditempuh, melewati aspal, arang, batu, dan tai kucing. Sekumpulan penunggang yang belum mandi ini akhirnya sampai di Bukit Melayang (re: Fly-Over), yang terkenal sudah merenggut beberapa jiwa. Dengan perasaan takut yang berbuncah dengan keringat, para ksatria ini mengambil resiko dan ternyata selamat melewati bukit tersebut.
Perjalanan suci diteruskan..
Setelah berkali-kali tak terhitung jari berkeliling tanpa kompas, akhirnya mereka sampai di tujuan. Tanpa basa-basi mereka langsung masuk dan melihat ke sekeliling. Terlihat beberapa penunggang juga, namun dimanakah penunggu pantai ini? Kami pun turun dan menikmati karunia Tuhan yang Kuasa, dan beberapa kali melukiskan wajah kami di sebuah kamera. Setelah itu sang penunggu datang dan kami buru-buru pergi.
Kelaparan melanda penunggang tersebut, akhirnya mereka memutuskan mencari sarapan. Maklum ini merupakan perjalanan tanpa bekal. Ada yang memilih makan Campuran gak jelas (re: Gado-gado), Nasi Thai (re: Nasi kuning), dan Comberan putih tak berwarna (re: Bubur ayam). Setelah bahan bakar mesin bertenaga manusia tersebut sudah cukup, mereka menueruskan perjalanan mencari artefak yang hilang. Di sebuah benteng tak berpenghuni, Benteng Putih Telur. (re: Fort Rotterdam)
Setelah mengelabui sang penjaga gerbang, mereka memasuki benteng berdebu itu dengan antusias. Dan memarkir kuda mereka di tempat tempat tersembunyi, agar pelarian jadi lebih cepat. (lihat gambar)
Mereka mencari kemana-mana, ke tower..
ke lorong gelap tak berpenghuni..
ke kandang kuda hitam..
bahkan karena tak menemukan toilet, mereka memilih kencing dengan cara klasik..
Setelah tak mendapat apapun, mereka memutuskan berkujung ke Museum I La Gigolo (ralat: Museum I La Galigo). Awal masuk, mereka disambut dengan penduduk lokal yan ramah. Bahkan beberapa sempat berpose.
(mirip bukan?) |
obsesi jadi barang musaeum |
Nahas, tak satupun dari mereka yang menemukannya. Mentari mulai berkuasa, mereka memilih hengkang dari benteng terkutuk itu. Dan beginilah suasana di parkiran...
Kecewa karena tak menemukan artefak tersebut, mereka berencana menuju negeri orang mati (re: Makam Pahlawan). Beberapa tampak kecewa dan memilih mengacaukan lalu lintas darat...
dan puncaknya di lampu merah, dan membuat kesal para supir truk busuk...
Beberapa hari perjalanan, mereka pun sampai di negeri orang mati. Bukan untuk mati, melainkan mencari hidangan es mabuk (re: es teler) khas mayat erotis. Ditemani merpati surga dan ribuan arwah gentayangan, mereka pun makan dgn lahap. Dan pulang...
Namun tak ditengah jalanan salah satu kuda ksatria terluka, dan disinilah para ksatria sadar. Bahwa inti dari perjalanan ini adalah SOLIDARITAS :)